by : Khaeriya
Jadi ceritanya nih...ada cowoknya temenku yang minta dibuatin cerpen buat tugas akhirnya.
Tok…tok…tok…
Aku membuka mata. Terdengar pintu rumahku diketuk. Kuraba kasur tempat aku
tidur. Jam digital di Hp-ku menunjukan pukul 02.03. “Gila! Siapa?!” teriakku,
dengan suara parau. Dengan sangat malas, kuberanjak dari kasurku. Berjalan ke
ruang tamu dan membuka pintu. Pak Dani, tetangga sebelah kiri rumah. “Maaf Mas,
mengganggu tidurnya… tapi…mohon bantuannya!” Mukanya tampak panik. “Apa
Pak?…Hoaaahm…” Aku menguap. “Ada yang meninggal…” ucapnya. “Siapaaa….!?”,
“Kurang tahu… ayo kita kebalai RW!” ajak Pak Dani.
Balai
RW tak jauh dari rumahku. Begitu aku dan Pak Dani tiba disana, balai sudah
ramai dipenuhi warga. Aku mencoba menyusup mencari celah, mencari tahu siapa
yang meninggal.
“Bram!”
Seseorang menepuk bahuku. Aku terkejut, ternyata Rio.
“Jam
dua pagi nih…?” bisiknya padaku.
“Lha
terus kenapa?”tanyaku santai. Rio tercekat dengan omonganku.
“Iiih…gimana
sih! Ini tuh jam dua pagi! Dan kita mau ngubur orang!” katanya alay.
“Hih…oiya
emang siapa yang mati?” tanyaku penasaran.
Rio celingak-celinguk.
“Orang yang mati kecelakaan di pertigaan depan! Nggak tahu siapa...gak ada
KTP-nya!”
Aku
sontak kaget. “Iiih.. kasihan banget ya! Terus, kita ngawur dong kalo main
kubur aja!?”
“Ssst…
Gampang bisa diatur bapakku!” Kata Rio, dia anak Pak RW.
Orang-orang yang tadinya mengerumuni
jenazah akhirnya duduk rapi di depan balai RW. Pak RW pun membuka pembicaraan.
“Selamat
malam…Assalamu’alaikum…!”teriaknya.
“Selamat
malaaam…Wa’alaikum salaam..”balas warga.
“Saya
selaku kepala RW, meminta maaf pada semua bapak-bapak dan saudara yang tidurnya
kami ganggu,” ucap Pak RW.
“Yaaaa…..”
“Baru
saja ada kejadian tak terduga dikampung kita. Seorang Bapak yang tidak kita
kenal, apalagi tidak ditemukan tanda pengenal…” kata Pak RW. “telah mati
kecelakaan motor di pertigaan, saya pun belum tahu sebabnya apa. Tapi yang
jelas, sebaiknya jenazah kita urus malam ini saja karena besok kita pasti
memiliki aktivitas lain.”
Rio
terlihat bingung. “Lho Pak… kita kan tidak tahu orang itu agamanya apa, trus
gimana cara kita menguburkannya?”
“Kita
kuburkan secara Islami saja, nanti’kan kita adzani…” kata Pak RW.
“Oooh…
yasudah. Oiya bapak-bapak, memang kita disini beda-beda agamanya. Tapi tolong
kerjasamanya demi selesainya masalah ini.” Koar Rio.
Kami pun bergotong-royong mengurus
jenazah asing ini. Selama satu jam lebih akhirnya jenazah telah dimakamkan di
pemakaman umum kampung kami. Acara dini hari ditutup dengan doa bersama.
“Heh,
Ndut! Kamu baru datang?!”seruku pada Reno yang baru datang dan
ikut membaca doa bersama.
“Sssst…!”
Rio menyuruhku diam.
“Baru
bangun kamu Ren?” bisikku pada reno yang kini duduk di sebelahku.
“Iya…
eh, abis ini aku tidur rumahmu ya?”bisik reno yang kini duduk di sebelahku.
“Ngapain?
Kamu gak gembel kan sekarang?” tanyaku asal.
“Nggak!
Mau ngajak kamu ama Rio nonton DVD horor baru!” kata reno.
Aku
dan Rio shock mendengarnya. Nonton DVD horor di malam begini?
Malam ini Reno benar-benar
mengajakku nonton DVD horor bersama RIO. Kami sepakat menonton film ini di
kamarku.
“Judulnya
apa nih?” tanyaku takut.
“Jenazah
melayang…” Kata Reno dengan nada berat.
“hahahahaa…”
Aku dan Rio tertawa.
Pukul 03.25. Film diputar, Awal film
terasa aneh dan membosankan.
“Apa,an
sih.. awalnya aneh” kata Rio.
Aku
tak berkomentar. Mataku terasa sangat berat.
“Bram,
Bram! Yaaahhh… tidur nih…?” Tanya Reno.
Kupikir film horror Indonesia hanya
itu-itu saja. Tak ada hantu lain selain pocong, mbak kunti, tuyul, dan
sejenisnya yang hanya beda judul.
Tiba-tiba perutku terasa lapar. Aku
pun keluar rumah mencari makanan instan, walaupun sangat tidak mungkin di
jam-jam mau subuh begini.
“Bakso…
bakso!” Ada orang berteriak. Aku gembira.
Tapi…
Tidak mungkin ada orang jualan bakso di jam segini! Jangan-jangan…. Hantu
bakso?
Tetapi
kemudian pikiran-pikiran kotor itu kutapis. Lewatlah gerobak bakso didepan
rumahku. Benar-benar gerobak bakso! Seorang Pak Tua menatapku.
“Bakso,
Mas?” tawarnya padaku. Aku mengangguk. Kebetulan nih!
“Yang
pedas ya, Bang!” pintaku. Setelah diambilkan semangkuk, aku pun menyantap bakso
didepan gerobaknya.
“Hmmm…mantap!”
ucapku senang.
“Eh,
Bang! Kok jualan jam segini?” tanyaku heran.
“Iya…
baru pulang Mas. Ini masih sisa banyak…” ucap Pak Tua itu datar.
“Ooohh…”
ucapku, lalu melahap bakso lagi.
Suasana kanan-kiri, sekeliling
sangat sunyi. Dan gelap. Sedikit dingin, hawa khas pagi hari.
“Tadi
ada orang kecelakaan kan Mas?” tanya Pak Tua itu tiba-tiba.
“kok
tahu?”tanyaku kaget. Pak Tua itu menatapku lama tanpa berkedip.
“Apakah
tubuhnya berdarah seperti ini?” seketika Pak Tua penjual bakso itu mengeluarkan
darah di tubuhnya. Bau amis. Aku terdiam, tak bisa bergerak.
“Gak
masuk akal…” ucapku dalam hati. Mangkok yang ku pegang jatuh dan pecah!Tubuh
orang itu penuh darah. Lalu melayang diudara, terbang lebih tinggi dan tinggi.
Jenazah Melayang-layang. Mataku tak berkedip. Tubuhku terasa kaku dan dingin.
Tenggorokanku tecekat tetapi akhirnya aku bisa bicara.
“Aaaaahhh…aaaaa…hhhantuu
baksoo…melayaaanggg..!”
Pipiku
terasa panas. Seperti ditampar.
“Bram..bram!
Bangun bram..!” ada yang meneriakkan namaku. Mataku terbuka. Reno dan Rio
menatapku heran.
“Mimpi
apa kamu?” tanya Reno.
Ternyata
yang barusan kualami hanya mimpi. Mimpi tentang hantu melayang. Hantu
jenazah-nya orang yang baru saja dimakamkan. Hmm…
“Ketiduran
sih kamu!” kata Rio.” Filmnya bagus tahu…endingnya!”
Aku
diam tak berkomentar. Kulihat jam di dinding kamarku. Pukul 05.00.
Komentar
Posting Komentar