Langsung ke konten utama

Unggulan

Review: Makarizo Hair Repair Mask 45 ml

Holla, teman-teman pembaca :)  Akhirnya aku mulai nulis lagi, nih.. Kali ini aku membahas produk perawatan rambut kusut dan kering agar menjadi lebih indah dan mudah disisir, yaitu Makarizo Hair Repair Mask . Seperti namanya ya, produk ini adalah masker rambut. Tahu dong, hairmask tuh apa? Biasanya sih salon-salon kecil tuh sudah ada jasa perawatan rambut antara lain;  hairmasking , creambath , dan lain-lain. Hairmask adalah salah satu jenis produk perawatan rambut yang berguna untuk merawat kelembutan rambut. Untuk beberapa orang yang rambutnya 'sudah halus' biasanya cukup mengaplikasikan conditioner . Namun, orang yang rambutnya kusut banget (baca: rusak) perlu memakai hairmask agar kehalusan rambutnya lebih maksimal. Conditioner biasanya diaplikasikan setiap selesai keramas, sedangkan hairmask diaplikasikan seminggu sekali. Jadi, sampo aja nggak cukup, Nak! Sejujurnya rambutku termasuk jenis rambut yang kusut, kering, dan sulit diatur alias sulit disisir! Bahkan menggunak

cerpen : Komikmu dalam Komikku

Ini salah satu cerpenku yang rada nggak jelaaaas...

    Di sekolahku, siswa pindahan biasanya selalu diusili teman-teman sekelasnya. Tapi tidak dengan Emir. Cowok sekelasku yang baru pindah dari Malang itu dikagumi banyak guru, apalagi kaum cewek di SMA Nika ini. Emir memiliki banyak kelebihan selain fisiknya. Mulai dari ulangan Matematika dua minggu lalu hingga ulangan Bahasa Jepang kemarin, nilainya selalu di atas 90. Tapi tak hanya itu nilai plusnya! Rania pernah main ke rumahnya, melihat Emir bermain gitar.
    “Wah..udah cakep, pintar, jago main gitar! Kira-kira tipe cewek idaman Emir kayak apa ya…?”cerita Rania siang ini di bangku taman, belakang kelas kami.
    “Idih..mengharap!”seru Febi.
    “Mungkin aja kayak Rania gini…”sahutku. Mata Rania berbinar. Pasti membayangkan yang aneh-aneh,pikirku.
***
    “Ini punyamu, kan?”Emir meyodorkan sebuah buku gambar A5 padaku.
    “Oiya! Pasti ketinggalan tadi di taman..”kataku sambil menerimanya.”Makasih, Mir!”
    “Kapan-kapan aku pinjam itu ya! Komik karyamu lumayan bagus,”kata Emir.
    Aku mengangguk. “…makasih,”ucapku datar.
    Emir tersenyum. Manis sekali!
***
     Nervous? Sepertinya begitu. Terutama para cewek di kelas Bahasa ini. Siang ini kelas sepakat mengundi pemeran drama Romeo-Juliet yang akan digelar pada pensi 3 minggu lagi.
     Daniel, ketua kelas kami bersiap mengundi. “Akulah Romeo itu!”canda Daniel. Seisi kelas tertawa. Dia memungut satu gulungan kertas dari dalam toples.
     “Dan…pemeran Romeo adalaaah…” Gulungan kertas itu dibuka Daniel. “Emir!”
     Semua bertepuk tangan. Lalu, siapakah Julietnya?
     Linke menutup matanya dengan telapak tangan. “Aku Juliet!”
     Febi menundukkan kepala. “Oh..pasti aku!”
     Bagaimana denganku? Seperti 9 cewek lainnya, aku pun mengharapkan peran ini.
     “Juliet itu Flavia!”seru Daniel. Cewek berambut sebahu yang duduk di samping Linke itu bersorak kegirangan. Beberapa cewek kecewa. Sudahlah!
***
     Tirai panggung ditutup. Seluruh penonton di kursi aula berdiri dan bertepuk tangan.    Drama Romeo-Juliet yang ditempuh dengan latihan selama 3 minggu berakhir sukses sore ini. Usai pensi, temanteman sepakat untuk merayakan kesuksesan ini di kafe depan sekolah.
    Sore ini aku berjalan sendirian menuju kafe. Ketika menyeberang di zebra cross, ternyata Emir berjalan di belakangku. Tubuhku terasa ringan melayang. Tahukah kamu apa yang kurasakan? Entahlah.
    “Emir!” Flavia melambaikan tangan ke arah Emir. Cewek itu sudah berada di kerumunan siswa XII Bahasa di depan kafe. Tahukah kamu? Emir dan Flavia berpacaran. Latihan drama selama 3 minggu membuat mereka dekat.
    “Aktingmu keren, Flav!”ucapku sambil tersenyum. Ia pun membalas senyumku.
    “Kezia, ini komikmu yang kupinjam seminggu lalu,”kata Emir. Langkahku terhenti.     Kuterima komikku dengan senyum kecil.
     “Thanks!”kata Emir. Flavia meraih tangan kirinya lalu mereka masuk kafe.
Sudah dua jam lebih kami nongkrong di sini. Beberapa teman pamitan pulang. Kemudian beberapa lagi, lagi, dan seterusnya. Baru saja Emir pulang membonceng Flavia. Kini hanya tersisa aku bersama Daniel, Febi, dan Rania. Kami duduk melingkari meja. Tetapi mereka bertiga lebih banyak bercanda sendiri. Aku diam saja mendengarkan mereka.
     “Komikmu, Kez?”tanya Febi. Aku mengangguk. Kubuka lagi komikku. Bosan!
Tapi…ada yang aneh. Sampul belakang bagian dalam berbeda!. Ada gambar dua karakter anime, perempuan dan laki-laki dengan pakaian kostum kerajaan. Kapan aku menggambar ini? Ini bukan hasil coretanku!
Tapi…di bawah gambar ini ada tulisan tangan. Rapi sekali. Lalu aku membacanya tanpa diketahui tiga teman yang duduk di depanku.
     Dear Kezia,
Hal pertama yang wajib kutulis di sini adalah maaf. Tanpa izin kamu, aku udah nggambar yang aneh-anehdi komik ini. Peace…
Tapi gambar ini bagus kan? Sebenarnya aku juga suka nggambar anime kayak kamu. melihat kamu nggambar di bangku taman, rasanya aku ingin ikutan. Tapi ada Rania dan Febi bikin kita nggak bisa berdua dong. Memandangi kamu dari balik jendela kelas aja..
Tentang peran Romeo dan Juliet itu.. Aku bangga bisa berperan jadi Romeo. Tapi aku juga pasti bahagia kalo kamu jadi Juliet-ku. Waktu tahu kalo aku harus berperan sama Flavia, rasanya aku mau lihat kamu berontak dan memprotes! Tapi kamu ikut tepuk tangan. Payah…
Kamu tahu nggak sih, kenapa aku bisa jadian sama Flavia? Aku nggak tega nolak waktu dia minta aku jadi pacarnya. Seandainya Flavia itu kamu… Tanpa meminta pun, aku mau kamu jadi pacarku.
Emir Pramudya

Segera kututup komikku. Benarkah ini tulisan Emir?
***
    Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di sekolah. Merenung di bangku taman belakang kelas. Merenung tentang coretan Emir dalam komikku.
    “Hai, Kez!” Tiba-tiba Flavia muncul. “Kamu datang pagi banget? Aku juga sih, karena Emir jemput aku. Yah, jadi berangkat pagi…”
    “Iya, karena aku juga mau ngomong sesuatu!”Emir datang.
    “..ngomong apa? Kok sama Kezia juga, Beb?”Flavia bingung.
    “Jujur..aku tuh nggak suka sama kamu! Aku sukanya sama Kee..ziaa!” Emir menunjukku. Flavia terbelalak. Sedetik kemudian matanya berkaca-kaca.
    “Maaf..maaf banget,Via…” Emir menatapnya Flavia lagi. “It’s over!”
Aku pun tak percaya. Emir mengatakannya! OMG..siapa yang harus kubela kali ini?
    Tiba-tiba Emir menggandeng tangan kiriku. Kakiku dengan mudah mengikuti langkah Emir. Kami meninggalkan Flavia sendiri. Jahatkah?

Komentar

Postingan Populer